|
Ist |
Sumber Penulis:
Pujianto (
seword.com)
Saya secara pribadi tidak begitu mengenal KH Ahmad Ishomuddin atau yang biasa disebut Gus Ishom. Saya jauh lebih mengenal Rizieq Shihab atau Novel si ‘Fitsa Hats’. Rizieq Shihab terkenal karena kasus chat sexnya dengan Firsa Husein sedangkan Novel si ‘Fitsa Hats’ terkenal karena dia tidak mengoreksi salah tulis pizza hut menjadi ‘Fitsa Hats’ di BAP-nya.
KH Ahmad Ishomuddin yang untuk selanjutnya akan saya sebut sebagai Gus Ishom ternyata adalah Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu dia juga menjabat sebagai Rois Syuriah PBNU. Dua jabatan yang disandangnya ini membuktikan bahwa Gus Ishom bukanlah orang sembarangan.
Sayangnya per hari ini (Jumat, 24 Maret 2017) Gus Ishom harus melepaskan jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI dan mungkin juga jabatannya di PBNU. Ia harus merelakan jabatannya di MUI karena Ia berbeda pandangan dengan organisasi yang menaunginya.
Ia berbeda pandangan dalam hal sikap keagamaan MUI. Sikap keagamaan yang terkait dengan Ahok. Ishomuddin menyoroti poin yang menyangkut pandangan MUI dimana dalam sikap keagamaannya MUI menyebut Ahok melakukan penistaan agama. Ahok dituduh melakukan penistaan agama tanpa ada proses klarifikasi. Sikap keagamaan MUI dalam kesimpulannya menyatakan Ahok menghina Alquran dan juga ulama. Secara lebih lanjut Ia berpendapat bahwa demonstrasi yang menuntut proses hukum Ahok terjadi berkenaan dengan sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016. Sikap keagamaan inilah yang menjadi pegangan terkait dengan demonstrasi tersebut.
Selain itu Gus Ishom juga berbeda pandangan dengan MUI terkait tafsir atas Al-Maidah ayat 51. Tafsir yang menjadi dasar keluarnya sikap keagamaan MUI. Gus Ishom juga berpendapat bahwa tafsiran tersebut tidak tepat karena tak melalui proses yang benar. Menurutnya ada 4 (empat) metode tafsir yang harus digunakan dalam menerjemahkan ayat suci Alquran. Metode itu adalah metode penafsiran global, analisis, perbandingan antar ayat dengan hadis nabi atau ayat lain, dan kajian tematik. Selain itu berdasarkan penelusurannya atas ratusan kitab tafsir, Ia menyimpulkan bahwa arti kata “aulia” di Al-Maidah ayat 51 itu mempunyai arti “teman setia” bukan pemimpin sebagaimana diyakini oleh kaum Bumi Datar dan secingkrangannya.
Sayangnya pihak MUI tidak mengakui bahwa Gus Ishom diberhentikan dari jabatannya karena perbedaan pandangan. Zainut Tauhid Sa’adi, wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) membenarkan bahwa Gus Ishom diberhentikan dari kepengurusan MUI tetapi ia menolak pendapat orang yang menyatakan bahwa Gus Ishom diberhentikan karena berbeda pandangan dengan MUI saat ia bersaksi di persidangan Ahok. Secara lebih lanjut ia mengatakan, “Pemberhentian sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tetapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI.” Selain ketidakaktifan Gus Ishom, Zainut mengatakan bahwa ia juga melakukan tindakan indisipliner. Sayangnya Zainut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelanggaran disiplin MUI.
Sungguh miris sebenarnya melihat apa yang dilakukan MUI terhadap Gus Ishom. Alih-alih menghargai apa yang dilakukan oleh Gus Ishom, Mui malah memecat dirinya. MUI terkesan lebih menghargai seseorang tersangka koruptor dibanding Gus Ishom. Sampai sekarang MUI belum memecat Fahmi Darmawansyah, tersangka suap Bakamla yang juga saat ini menjabat sebagai bendahara MUI.
Fahmi Darmawansyah mempunyai kesalahan yang sama dengan Gus Ishom yaitu tidak aktif dalam kegiatan organisasi MUI. Menurut Zainut Tauhid, ia baru sekali datang datang dalam rapat-rapat pimpinan sejak ditetapkan sebagai pengurus di Munas Surabaya. Lebih lanjut, Zainut mengatakan bahwa dalam ketentuan organisasi MUI anggota yang dinyatakan tersangka dalam kasus hukum akan “diberhentikan sementara” sampai ada keputusan yang “inkracht” atau “berkekuatan tetap”. Itu artinya Fahmi Darmawansyah tidak akan dipecat sampai ada keputusan pengadilan yang “inkracht” atau “berkekuatan tetap”. Ia hanya diberhentikan sementara.
Hal sama ternyata terjadi juga pada mantan bendahara MUI sebelumnya, Chairun Nisa. Ia diberhentikan dari jabatannya sebagai bendahara MUI setelah kasusnya “inkracht” atau “berkekuatan tetap”. Chairun Nisa tertangkap tangan oleh KPK. Ia diduga memberikan sejumlah uang kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Pemecatan Chairun Nisa diberitakan oleh KH Hamidan yang saat itu menjabat sebagai Ketua MUI. Hamidan juga menginformasikan bahwa selain terkena kasus hukum, Chairun Nisa juga sudah sejak lama tak lagi aktif dalam berbagai rapat maupun kegiatan MUI. “Ia sudah tiga tahun ke belakang, persisnya pertengahan 2011, Chairun Nisa tak aktif”, ujar Hamidan.
Rasanya terlalu naif bila kita percaya 100% omongan Zainut Tauhid yang menyatakan Gus Ishom dipecat karena ketidakaktifannya di MUI. Zainut Tauhid pastinya menutupi alasan pemecatan yang sesungguhnya. Gus Ishom dipecat bukan karena ketidakaktifannya tetapi ia dipecat karena perbedaan pandangan dengan MUI. Perbedaan pandangan Gus Ishom dengan MUI lah yang menyebabkan dirinya dipecat.
Gus Ishom sebenarnya tidak pantas dipecat dari MUI bila alasannya hanya karena ketidakaktifannya di keorganisasian MUI. Ada dua orang yang tidak aktif di MUI, Fahmi Darmawansyah dan Chairun Nisa. Kedua orang ini sama-sama tidak aktif dikeorganisasian MUI, tetapi mereka dipecat bila sudah “inkracht” atau “berkekuatan tetap”.
Jika dikaji secara moral, Gus Ishom secara moral lebih baik dibanding Fahmi Darmawansyah tersangka suap Bakamla. Ia bahkan jauh lebih baik bila dibandingkan Chairun Nisa yang kasus pidananya sudah “inkracht” atau “berkekuatan tetap”. Gus Ishom tidak tersangkut masalah hukum seperti mereka berdua.
MUI seharusnya malu melakukan pemecatan terhadap Gus Ishom bila alasannya hanya ketidakaktifannya di keorganisasian MUI. Darmawansyah dan Chairun Nisa pun tidak aktif di keorganisasian MUI. Mereka ini tidak dipecat karena ketidakaktifannya di keorganisasian MUI. Mereka dipecat karena tersandung masalah hukum itu pun bila kasusnya sudah “inkracht” atau “berkekuatan tetap”. Gus Ishom tidak tersandung masalah hukum. Ia mungkin hanya tidak aktif di keorganisasian MUI. Pastinya Ia berbeda pandangan dengan organisasi dimana ia berkarya. Perbedaan pandangan ini ia perjuangkan demi menyelamatkan MUI dari kehancuran. Ia tidak ingin MUI di gunakan oleh tangan-tangan kotor untuk merusak nama baik MUI yang pada akhirnya akan merusak nama baik agama Islam di Indonesia.
Standing Applause saya berikan kepada Gus Ishom atas keberaniannya berbeda pandangan dengan organisasi yang menaunginya. Ia seperti Galileo Galilei yang berani melawan Paus-pimpinan tertinggi umat Kristen di masa itu untuk membuktikan bahwa bumi tidak datar. Orang-orang seperti Gus Ishom inilah yang kita butuhkan untuk membangun kebhinekaan Indonesia. Indonesia yang ramah bukan Indonesia yang garang! Indonesia yang menjadi contoh bagaimana Islam, agama terbesar di Indonesia mampu menjadi perekat kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saya yakin orang sekaliber Gus Ishom tidak akan mati “pasarnya” karena dipecat dari MUI. Orang-orang seperti inilah yang dibutuhkan oleh negara untuk membangun negara menjadi lebih maju lagi. God Bless You Gus Ishom, semoga Allah memberimu jabatan yang lebih tinggi dari apa yang ada sekarang ini. Semoga hidup mu semakin dilapangkan dan amalmu diterima oleh Allah di surga!.